Rabu, 30 Mei 2012

INKA GRESILIA FITRIANA - 12096741


~ CYBER LAW ~

Kasus ini terjadi pada seorang ibu rumah tangga bernama Prita Mulyasari, mantan pasien Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutra Tangerang. Saat dirawat Prita Mulyasari tidak mendapatkan kesembuhan, malah penyakitnya bertambah parah. Pihak rumah sakit tidak memberikan keterangan yang pasti mengenai penyakit serta rekam medis yang diperlukan pasien. Kemudian Prita Mulyasari Vila - warga Melati Mas Residence Serpong ini - mengeluhkan pelayanan rumah sakit tersebut lewat surat elektronik yang kemudian menyebar ke berbagai mailing list di dunia maya. Akibatnya, pihak Rumah Sakit Omni Internasional gerang dan marah, dan merasa dicemarkan.
Kemudian RS Omni International mengadukan Prita Mulyasari secara pidana. Sebelumnya Prita Mulyasari sudah diputus bersalah dalam pengadilan perdata. Kejaksaan Negeri Tangerang telah menahan Prita Mulyasari di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang sejak 13 Mei 2009 karena dijerat pasal pencemaran nama baik dengan menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Banyak pihak yang menyayangkan penahanan Prita Mulyasari yang dijerat pasal 27 ayat 3 Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), karena akan mengancam kebebasan berekspresi. Pasal ini menyebutkan :
"Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik."
Beberapa aliansi menilai : bahwa rumusan pasal tersebut sangatlah lentur dan bersifat keranjang sampah. Rumusan tersebut tidak hanya menjangkau pembuat muatan tetapi juga penyebar dan para moderator milis, maupun individu yang melakukan forward ke alamat tertentu.

ANALISA KASUS :
Seorang ibu rumah tangga yang mengeluh kepada RS yang di maksut atas ketidak profesionalannya dalam melayani masyarakat. Akibat dari tindakan yang di lakukannya, pihak Rumah Sakit Omni Internasional gerang, marah, dan merasa dicemarkan. Lalu pihak RS menjerat Prita Mulyasari dengan kasus pencemaran nama baik. Dengan timbulnya kasus ini ke khalayak, membawa dampak buruk dan membuat masyarakat takut untuk mengekspresikan pendapat atau komentarnya di situs jejaring sosial atau di dunia maya.  Pasal 27 ayat 3 ini sering disebut pasal karet, memiliki sanksi denda hingga Rp. 1 miliar dan penjara hingga enam tahun.

Sabtu, 12 Mei 2012

Esty Fauziah - 12096749



~~ CYBERLAW ~~






Sumber : http://www.kpu.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=5850&Itemid=1

# Menyikapi perilaku para underground semacam itu sesungguhnya tak terlalu sulit. Pada dasarnya kaum underground adalah kaum yang bosan dengan kondisi di dunia nyata, maka mereka menciptakan dunia sendiri. Maka pendekatan yang dibutuhkan adalah komunikasi, bukan dengan melancarkan ancaman atau arogansi hukum. Kerangka hukum cyber Indonesia menjadi startegis untuk menjamin rasa aman, keabsahan informasi & jaminan / insentif bagi para investor. Hak asasi manusia harus ditegakan untuk dapat berkomunikasi & hak untuk berpartisipasi dalam masyarakat informasi global tanpa dibatasi dimensi fisik, ruang, waktu dan institusi. Revisi beberapa kerangka hukum dan kebijakan pemerintah perlu dilakukan untuk mengantisipasi hilangnya batas dimensi ruang, dimensi waktu & mempercepat transaksi dunia maya.
Pada kasus ini aparat dari KPU sendiri berarti harus memperbaiki keamanan dari situs website yang dimilikinya karena bersifat resmi dan sangat terkait pada kepercayaan masyarakat pada pihak KPU sendiri. #